Papuareview.com – Ratusan massa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Papua melakukan demonstrasi di Komnas HAM Jakarta, Jumat, 3 Maret 2023. Mereka mendesak agar Komnas HAM segera melakukan investigasi terhadap dugaan penganiayaan dan penembakan aparat yang terjadi di Wamena dan Dogiyai.
Kepada wartawan, Rudi Kogoya mengatakan, dirinya mengadu kepada Komnas HAM atas kerusuhan di Wamena pada 23 Februari 2023 yang mengakibatkan 9 orang tertembak meninggal dunia dan penembakan terhadap Yulianus Tebay di Dogiyai. Ia mengatakan, penembakan itu diduga dilakukan oleh sejumlah aparat TNI dan Polri.
Diketahui, kekerasan dan penembakan di Wamena bermula dari rumor penculikan anak oleh dua orang pedagang. Massa mengamuk setelah melihat dua orang penjual kelontong menggunakan mobil dan menuduh mereka sebagai penculik anak.
Massa yang marah kemudian terprovokasi meski tokoh masyarakat berupaya menenangkannya. Massa tetap menyerang aparat dan berbuntut pada kerusuhan yang menelan korban jiwa.
Sementara itu, peristiwa penembakan terhadap Yulianus Tebay di Dogiyai bermula dari pemalangan jalan Trans yang dilakukan oleh sejumlah pemuda dan Kapolres Dogiyai dan Penjabat Bupati Dogiyai mengatakan bahwa Yulianus Tebay tidak termasuk kelompok yang memalang jalan trans.
Mahasiswa juga mengatakan selain kasus Wamena dan Dogiyai telah dilaporkan juga kasu penganiayaan di Puncak Jaya.
“Jadi itu penyiksaan terhadap 7 orang, 1 orang meninggal dunia dan juga kasus Dogiyai itu pembunuhan di luar hukum dilakukan di Dogiyai,” kata Rudi kepada wartawan.
Menanggapi aduan tersebut, Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan mengatakan pihaknya telah mengambil tindakan terhadap kasus-kasus tersebut. Bahkan, kata dia, Komnas HAM telah membentuk tim independen untuk kasus dugaan kekerasan di Wamena.
“Tim investigasi komnas ham ini tidak melibatkan TNI-Polri karena mereka sebagai pihak yang diperiksa Komnas HAM konteks peristiwa Wamena,” ujar dia saat dikonfirmasi dalam kesempatan terpisah oleh tempo.co.
Meski begitu, Hari Kurniawan mengakui memang ada berbagai hambatan sehingga penyelidikan tidak segera selesai. Salah satunya, kata dia, adalah keterbatasan dalam dana anggaran.
“Persoalan ini juga ya, anggaran yang terbatas. Karena kan persoalan Papua ini kan juga dengan persoalan-persoalan lain anggarannya juga terbatas,” ujar dia. (CR/tempo.co)